Cari Blog Ini

Minggu, 17 Januari 2016

Sistem Bilangan Biner, Oktal, Heksadesimal

Sumber : Dosen Pengajar

Sistem Bilangan Desimal
       Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah akrab dengan sistem bilangan desimal, yaitu sistem bilangan dengan basis-10 atau radik-10. Sistem bilangan ini menggunakan simbol/angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9.
     Meskipun sistem bilangan desimal sudah sangat akrab dengan kita, namun tidak mudah untuk diterapkan pada mesin-mesin elektronika digital. Sistem bilangan yang paling mudah diterapkan pada mesin digital adalah sistem bilangan biner (basis-2), di mana hanya menggunakan simbol/angka 0 dan 1.  Hal ini sesuai dengan dua keadaan switching di dalam mesin

Sistem Bilangan Basis-n
         Untuk memudahkan pembahasan kita membagi sistem bilangan menjadi basis-10 dan basis-n, di mana n >=2 dan n !=10, sehingga dikenal sistem bilangan basis-2, basis-3,…,basis-8,…basis-16 dan seterusnya.
         Semua sistem bilangan tersebut  tergolong sistem bilangan berbobot, artinya nilai suatu angka tergantung dari posisi relatifnya terhadap koma atau angka satuan. Contoh pada angka 525.65 angka 5 paling kiri berbobot lima ratusan  dan angka 5 kedua berbobot lima satuan, dan angka 5 paling kanan berbobot 5 per seratusan.

Konvensi Notasi
  •         Gunanya untuk membedakan antara sistem bilangan satu dengan lainnya .
  •         Basis-2 dipakai index 2 contoh 110102 atau #b11010
  •         Basis-8 dipakai index 8 contoh  30718
  •         Desimal dipakai index 10 contoh  907110  atau 9071
  •         Hexadesimal dipakai index 16 contoh  C07D16 C07Dh atau #C07D atau $C07D atau HC07D atau CO7DH
Sistem Bilangan basis-10 (Desimal)
Memiliki simbol anagka sebanyak sepuluh: 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9.
Nilai suatu bilangan dinyatakan sebagai ∑(N x 10a) dengan N=0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan a=…-3,-2,-1,0,1,2,3,… (bilangan bulat yang menyatakan posisi relatip N terhadap koma atau satuan).
Contoh: 32510    = 3 x 102 + 2 x 101 + 5 x 100
                              = 3 x 100 + 2 x 10+ 5 x 1 = 300+20+5
Contoh: 32,510  = 3 x 101 + 2 x 101 + 5 x 10-1
                              = 30 + 2 + 5/10

Sistem Bilangan basis-2 (biner)
          Mempunyai simbol sebanyak dua : 0 dan 1
          Nilai suatu bilangan dinyatakan sebagai ∑(N x 2a) dengan N=0,1 dan a=…-3,-2,-1,0,1,2,3,… (bilangan bulat yang menyatakan posisi relatip N terhadap koma atau satuan).
          Contoh: 11012=1x23+1x22+0x21+1x20

Sistem Bilangan basis-8 (oktal)
          Mempunyai simbol sebanyak delapan :
          yaitu 0,1,2,3,4,5,6, dan 7
        Nilai suatu bilangan dinyatakan sebagai ∑(N x 8a) dengan N=0,1 ,2,3,4,5,6,7,8 dan a=…-3,-2,-1,0,1,2,3,… (bilangan bulat yang menyatakan posisi relatip N terhadap koma atau satuan).
Sistem Bilangan basis-16 (hexadesimal)
          Mempunyai simbol sebanyak enam belas : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,a,b,c,d,e,f
          Nilai suatu bilangan dinyatakan sebagai ∑(N x 16a) dengan N=0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,a,b,c,d,e,f dan a=…-3,-2,-1,0,1,2,3,… (bilangan bulat yang menyatakan posisi relatip N terhadap koma atau satuan).
         Contoh: 1C0916=1x163+12x162+0x161+9x160

Konversi bilangan desimal ke biner
 Cara-1: praktis untuk bilangan kecil:
   (bilangan)10 = ∑(N x 2a)
   Contoh:
   9810 = ∑(N x 2a)
             = 1x26+1x25+0x24+0x23+0x22+1x21+0x20
             =  11000102
 Cara-2
    98/2 = 49, sisa 0
    49/2 = 24, sisa 1
    24/2 = 12, sisa 0
    12/2 = 6, sisa 0
       6/2 = 3, sisa 0
       3/2 = 1, sisa 1
       1/2 = 0, sisa 1
Jadi 9810 =                  1    1   0   0   0  1  02
(dibaca dari sisa terakhir, perhatikan warna)

Konversi bilangan desimal ke oktal
  Cara-1: praktis untuk bilangan kecil:
    (bilangan)10 = ∑(N x 8a)
    Contoh:
       136810 = ∑(N x 8a)
                      = 2x83+5x82+3x81+0x80
                      =  25308
    Jadi:
        136810 25308

•  Cara-2:
    1368/8 = 171, sisa 0
       171/8 = 21, sisa 3
          21/8 = 2, sisa 5
            2/8 = 0, sisa 2
    Jadi:
     136810 25308

Konversi bilangan desimal ke Hexadesimal
Untuk konversi ke hexadesimal, caranya sama seperti perhitungan diatas hanya saja nilai untuk mencarinya diganti 16.

Cara-1: praktis untuk bilangan kecil:
    (bilangan)10 = ∑(N x 16a)

•  Cara-2:
    Nilai Desimal/16 = Hasil pembagian, sisa Pembagian






Sabtu, 16 Januari 2016

Hukum Kirchoff (I & II), dan Contoh Serta Cara Penyelesaiannya

Sumber : Dosen Pengajar

Dasar Teori
Tujuan analisis rangkaian listrik pada umumnya untuk menentukan kuat arus dan beda potensial (tegangan) pada suatu rangkaian listrik. Untuk analisis rangkaian listrik ini, di samping hukum Ohm, hukum yang banyak dipakai adalah hukum Kirchhoff. Ada dua hukum Kirchoff yakni hukum I Kirchoff atau KCL(Kirchhoff’s Current Law) dan hukum II Kirchoff atau KVL (Kirchhoff’s voltage Law).


Hukum Kirchhoff I menyatakan : Jumlah aljabar kuat arus yang menuju suatu titik cabang rangkaian listrik = jumlah aljabar arus yang meninggalkan titik cabang tersebut.

Pada gambar arus I1 , I2 , dan I3 menuju titik cabang A, sedangkan arus I4 dan I5 meninggalkan titik cabang A. Maka pada titik cabang A tersebut berlaku persamaan :
 
Hukum II Kirchhoff menyatakan : Jumlah aljabar penurunan tegangan (voltage drop) pada rangkaian tertutup (loop) menuruti arah yang ditentukan = jumlah aljabar kenaikan tegangan (voltage rise) nya.

Pada gambar, arah pembacaan mengikuti arah jarum jam seperti yang ditunjukkan panah melingkar, jadi mengikuti arah a-b-c-d-e-f-a. Pada baterei, arah pembacaan dari a ke b atau dari – ke +, sehingga dari a ke b terjadi voltage rise sebesar E1, sebaliknya dari d ke e terjadi voltage drop sebesar E2. Pada resistor R1 arah pembacaan dari b ke c dan arus mengalir dari b ke c juga, oleh karena arus mengalir dari tegangan tinggi ke rendah, maka tegangan b lebih besar dari tegangan csehingga dari b ke c terjadi voltage drop sebesar I R1. Dengan penalaran yang sama maka dari c ke d, e ke f, f ke a berturut-turut terjadi voltage drop sebesar I R2, I R4, dan I R3.

Pada waktu menggunakan hukum tersebut, jika dari perhitungan diperoleh harga arus bertanda aljabar -, maka arah arus yang benar adalah berlawanan dengan arah yang telah ditentukan secara sembarang pada langkah awal.
Contoh Soal:
1. Perhatikanlah soal rangkaian tertutup yang terdiri dari satu Loop pada gambar di bawah ini!

Є = Gaya gerak listrik baterai
r = Hambatan dalam baterai
R = Hambatan luar
Є1 = 18 V         ;           r1 =  3   Ω         ;           R1 = 10 Ω
Є2 = 10 V         ;           r2 =  3    Ω        ;           R2 = 10 Ω
Є3 = 7,5   V      ;           r3 = 2,5 Ω         ;           R3 = 13,5 Ω
Є4 = 15,5 V      ;           r4 = 2,5 Ω         ;           R4 = 12 Ω
Hitunglah:
a.      Kuat arus listrik (I) yang mengalir pada rangkaian di atas
b.      Tegangan listrik antara titik B dengan D (VBD)!
Jawab:

a.)    Menurut hukum Kirchoff, di dalam rangkaian tertutup tersebut berlaku persamaan 
(Arah loop, dan arah arus listrik selalu searah), maka: 


                 Jadi, besar tegangan antara titik B dan titik D yaitu VBD adalah 3,54 Volt. 

2. Perhatikan gambar rangkaian listrik berikut:
Diketahui:

Є1 = 13,5 V      ;           r1 =  5   Ω         ;           R1 = 7,5 Ω        ;           R3 = 3,75 Ω
Є2 = 17     V     ;           r2 =  5    Ω        ;           R2 = 7,5 Ω

Ditanyakan:
a.)    Kuat arus listrik yang mengalir dalam rangkaian (I1, I2, dan I3 )
b.)    Beda potensial antara A dan B (VAB)

Jawab:
Berdasarkan hukum I Kirchoff, di titik simpul A:

Berdasarkan Hukum II Kirchoff untuk Loop 1 atau Loop C-A-B-D-C:

Berdasarkan hukum Kirchoff II untuk Loop II atau Loop F-E-A-B-F:

Selanjutnya substitusikan (menyamakan dengan memasukkan nilai) persamaan (1) dan (2) sehingga persamaan (2) menjadi:

Selanjutnya eliminasikan (menghilangkan) persamaan 3 dan 4 sehingga: 

             Masukkan (substitusikan) I3 = 1,527 Ampere ke persamaan (2), sehingga:


Semoga Artikel ini Bermanfaat.